Senin, 14 April 2008

Komunikasi dan Rasa Humor

Salah satu tugas Sekretaris Eksekutif adalah menjembatani komunikasi antara karyawan secara umum dengan pimpinan kita serta antara para pelanggan dengan perusahaan kita.

Dalam pekerjaan sehari-hari di kantor, seorang sekretaris eksekutif harus membangun gaya komunikasi yang harmonis dengan boss. Bila boss kita seorang yang humoris, kita bisa cukup sedikit relax dan tidak perlu terlalu formal. Tapi apabila beliau adalah seorang yang formal dan direct, maka kita harus menyesuaikan dengan pribadi beliau.

Kita juga dituntut untuk bisa membaca mood. Bila suatu pagi boss kita sedang uring-uringan karena terkena macet dalam perjalanan ke kantor, sedangkan meeting sudah menunggu, ya jangan bertanya macam-macam. Malahan kita harus menenangkan beliau sesaat, misalnya dengan memberi minum air putih segar sebelum masuk keruang meeting agar emosi sudah tenang.

Kemudian bila ingin follow up sesuatu sebaiknya dilakukan dengan ngobrol dahulu tentang hal-hal lain. Setelah bicaranya enak, baru kita tanyakan masalah yang di follow up oleh departement lain misalnya. Sehingga boss tidak merasa sekretaris yang rule the game.

Membangun komunikasi yang harmonis tidaklah mudah dan perlu waktu. Sekretaris harus menempatkan diri sebagai supporter bagi pimpinannya sehingga pimpinan juga harus merasa apapun yang sedang terjadi, keputusannya di dukung oleh pembantunya yang paling dekat. Dengan membangun komunikasi yang harmonis sebetulnya kita juga sedang membangun kepercayaan, dan profesionalitas.

Khusus untuk komunikasi dengan karyawan secara luas, apabila perusahaan tempat kita bekerja mempunyai open door policy, maka biasanya departemen Human Capital akan merancang program misalnya Executive Coffee Session. Dalam acara serupa ini biasanya diundang karyawan-karyawan dari berbagai departemen yang satu level untuk membicarakan berbagai hal seputar policy perusahaan. Peran kita adalah membantu menyeleksi siapa-siapa saja yang bisa diundang, menyiapkan undangan dan membuat risalah hasil diskusi yang akan dilaporkan ke divisi Human Capital untuk ditindak lanjuti.

Apakah Open Door Policy itu? Itu adalah kebijakan perusahaan yang memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menyampaikan input atau tentang hal-hal yang berhubungan dengan operasi perusahaan. Komunikasi ini dilakukan melalui one-on-one meeting dengan manager karyawan tersebut. Bila dirasa bahwa hasil pembicaraan tidak memuaskan, maka karyawan yang bersangkutan bisa meminta pertemuan dengan manager setingkat diatasnya. Pada umumnya hal ini terjadi apabila ada selisih pendapat, atau persengketaan antara bawahan dan atasan. Pada setiap pertemuan manager akan melaporkan hasil pembicaraan dengan Human Capital department untuk ditindak lanjuti.

Komunikasi informal juga bisa terjadi setiap saat. Misalnya saat kita sedang makan siang bersama dengan rekan-rekan karyawan dan kebetulan mereka mengungkapkan pendapat mereka tentang suatu policy perusahaan yang baru. Kita sebagai sekretaris eksekutif harus melaksanakan fungsi sounding board, yang artinya adalah menjadi pendengar yang baik dan tidak terlalu banyak memberikan response. Topik ini kemudian bila dianggap penting, bisa disampaikan kepada boss kita secara informal tergantung relevansinya. Bila hal itu menyangkut masalah yang krusial dan penting, serta menyangkut kehidupan karyawan banyak, maka tidak ada salahnya disampaikan secara bijaksana. Untuk melakukan ini memang diperlukan pengetahuan yang cukup tentang masalah tersebut. Saya biasanya membaca sebanyak mungkin referensi sebelum menyampaikan uneg2 karyawan kepada boss, sehingga masukan kita bukan masukan yang mentah, tetapi didukung dengan pengetahuan yang cukup dan bahkan data-data. Biasanya bila boss merasa bahwa ada yang harus ditindak lanjuti, maka beliau akan memanggil divisi yang berkepentingan untuk memberikan semacam klarifikasi.

Tidak ada komentar: