(dimuat di Majalah Kartini, tahun 2005)
Berbagai tayangan di televisi dan artikel di media cetak tentang berbagai tindak kejahatan, demo yang berakhir anarkis, tawuran pelajar dan mahasiswa, menyampaikan pesan bahwa sudah sedemikian terpuruknya akhlak moral manusia Indonesia, terutama yang berada di kota-kota besar.
Hal ini sangat memprihatinkan terutama karena Indonesia sedang dilanda masalah multi dimensional mulai dari kemiskinan, kesehatan, bencana alam, korupsi dan turunnya secara drastic moral bangsa.
Berbagai masalah di surat kabar mulai dari anggota DPRD DKI yang dinaikan penghasilannya ditengah jeritan masyarakat karena kenaikan harga BBM, sampai masalah perampokan di bis kota, diatas taxi atau di daerah perumahan penduduk yang sudah seperti kejadian sehari-hari. Hati saya yang paling dalam bertanya kemana sebetulnya hati nurani kita dalam kelompok masyarakat kok hal-hal seperti itu terus saja terjadi.
Semuanya tampak seperti benang kusut, membuat masyarakat jadi apatis dan sedih berkepanjangan.
Dalam lamunan memikirkan itu semua saya bertanya kepada anak saya yang sekarang duduk di kelas 2 SMU. Nak, apakah kamu mendapat pelajaran ahklak di sekolah. Dia masih meminta saya untuk mengklarifikasi apakah yang dimaksud adalah pelajaran budi pekerti. Saya katakan itu bisa menjadi bagian dari pelajaran agama, tapi yang saya maksud intinya adalah – apakah kamu diajarkan hal-hal mendasar, seperti misalnya kalau kamu mendapat tugas menjadi bendahara kelas tidak boleh salah menghitung uang dan tidak boleh menyelewengkan satu sen pun. Bila kamu berjanji dengan guru atau teman harus ditepati, bila kamu berorganisasi bersikaplah yang baik jangan sampai menyakiti perasaan orang dan jangan otoriter. Bila meminjam barang teman harus dikembalikan dan jangan sampai rusak, bila ada teman wanita yang disakiti secara fisik harus dibela… dan seterusnya. Anak saya menjawab.. oh iya itu saya dapat hanya di SD menjadi bagian dari pelajaran Agama tapi hanya diberikan seminggu sekali selama 1 jam.
Lalu saya merenung lagi, yah mungkin itu mestinya dikembangkan dirumah mulai sejak dini anak harus diajarkan mempunyai moral agama dan moral pergaulan social yang peka. Jadi ingat tayangan di televisi tentang Bapak SBY yang sedang duduk dengan keluarganya sambil mengatakan bahwa pendidikan dimulai dari rumah. Yah, alangkah idealnya. Karena mungkin Pak SBY tidak seperti bapak-bapak lain yang sibuk memikirkan besok pagi keluarga saya mau dikasih makan apa karena tidak bekerja…
Dalam dialog dengan anak saya juga pernah dibahas masalah pergaulan bebas. “Ibu, sebetulnya apa yang ibu ajarkan sih kok sekarang ini kalau aku keluar malam dengan teman-teman, begitu jam menunjukan jam 10.00 malam aku sudah gelisah dan ingin segera pulang.” Tanya anak saya suatu hari. Saya terdiam sejenak, memang tidak pernah secara implicit saya mengatakan padanya bahwa ada jam malam dirumah harus pulang sebelum jam 24.00. Tapi saya selalu berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana menjaga diri dan kehormatan terutama sebagai wanita. Lalu anak saya berkata lagi, bahwa temannya mengatakan jarang lho jaman sekarang dimana remaja wanita punya internal alert system dalam dirinya.
Moral keluarga memang tanggung jawab kepala keluarga, tetapi secara bangsa mungkin pendidikan harus pegang peranan. Apakah kita butuh 1000 orang A.A Gym untuk berdakwah tentang ahlak ke seluruh Indonesia agar moral kita tidak makin terpuruk ? Apakah tayangan televisi semacam Bedah Rumah, atau Rezeki Nomplok yang notabene membantu rakyat miskin harus diperbanyak untuk menggantikan sinetron yang penuh dengan kekerasan?
Semoga setiap individu tergelitik untuk mengupayakan hal yang sangat mendasar ini. Dan marilah kita mulai dari rumah sendiri…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar