Sabtu, 02 Februari 2013

Need for Achievement


Hari hujan dari pagi, udara kurang bersahabat. Hari sabtu begini biasanya anak saya masih tidur karena keduanya adalah wanita-wanita pekerja keras. Karena suasana masih sepi, maka saya membuka notebook saya hendak memeriksa bahan presentasi tentang Komunikasi Bisnis yang akan saya ajarkan di kantor untuk karyawan-karyawan baru. Tiba-tiba saya teringat kepada pertanyaan salah satu teman sesama ibu rumah tangga yang kemarin sharing sama saya “apakah cara saya mendidik anak salah, yaitu menjaga mereka sejak kecil, jemput antar sekolah agar mereka tidak bergaul dengan orang2 yang salah, dan semua kebutuhan dipenuhi, tapi sekarang mereka kok seperti kurang motivasi untuk berkarya dan kurang drive”.


Tak lama kemudian anak saya yang kecil, yang sekarang bekerja sebagai konsultan human resources di perusahaan multinasional, bangun dan menggelendot. Seperti biasa hari sabtu kita awali dengan membuat jadwal mau kemana dan apa prioritas week end ini. Lalu saya mengutarakan pertanyaan yang sangat sederhana, Kez… apakah menurut kamu cara mendidik ibu kepada kamu dan kakak itu sudah baik dan benar? Kez masih terkantuk-kantuk, dan mencoba mengerti mengapa saya bertanya seperti ini. Oh lalu saya bilang ini buat blog ibu.

Kata Kez “dari kecil tuh aku udah punya “need for achievement”, pengen selalu dapat rangking, sejak TK seneng ikut kegiatan yang bisa naik panggung dan ikut perlombaan-perlombaan. Contohnya waktu SMP aku ikut lomba story telling bahasa Inggris sampai jadi juara 2 seluruh DKI, waktu masa kuliah aku pengen banget ikut misi budaya ke Spanyol dan Portugal walaupun ibu bilang enggak punya biaya, dan nilai kuliah enggak boleh jelek, dan semua itu tercapai, dan sangat memenuhi kebutuhan untuk mencapai sesuatu yang saya miliki dalam hati saya”

Mhhh lalu saya mencoba mengkaitkan pernyataan Kez itu dengan cara mendidik saya yang dari kecil selalu melibatkan anak-anak dalam kegiatan yang sifatnya menaikan rasa percaya diri dia. Seperti misalnya, sejak TK dia saya ajarkan “kalau kamu ikut ibu ke super market lalu kamu terpisah, kamu gak boleh takut dan panic, tapi tanya sama mbak-mbak kasir katakan bahwa saya terpisah dari ibu saya namanya Tini. Nanti mereka akan bantu kamu mencari ibu. Dan ini memang pernah terjadi, walaupun Kez sempat nangis juga. Atau misalnya saya encourage dia untuk ikut lomba gambar, lomba paduan suara dan lain sebagainya. Setelah kuliah, saya memberikan pengertian bahwa masa kuliah dia hanya 4 tahun, karena biaya yang tersedia juga cuma buat 4 tahun. Maka alhamdullilah dia lulus dengan baik dan ditambah beberapa prestasi non akademik yang dia capai dan dia senangi.

Manusia membutuhkan need for achievement untuk bisa maju dan kreatif dalam menata hidup. Karena Kez punya kebutuhan itu, maka setiap awal tahun dia membuat listing apa yang ingin dicapai baik secara personal maupun secara professional – dan bagaimana mencapainya. Dari sejak dini saya membiasakan mengobrol dan diskusi dengan anak-anak tentang semua kegiatan mereka, dan dimana perlu saya melakukan coaching. Kadang bertukar pikiran karena mereka juga sekarang sudah berkembang melampaui saya kemampuannya. Tapi komunikasi dua arah ini sangat saya rasakan sebagai jembatan untuk mengetahui sejak dini apakah ada masalah yang sedang dia hadapi dan membicarakan bagaimana mengelolanya. Memiliki kebutuhan akan achievement memang sangat berpengaruh kepada drive kita dalam mengelola hidup, aktivitas sehari-hari, mengembangkan karir, berbisnis, dan seterusnya.

Dalam hubungannya dengan pendidikan anak, perasaan itu bisa ditumbuhkan sejak kecil dengan memberikan motivasi, dan menajamkan instink mereka – bukan saja kemampuan akademis.

Tidak ada komentar: