Dalam sebuah acara media briefing
saya mendapat bantuan dari staff yang berlatar belakang pendidikan komunikasi
massa, tetapi dia belum pernah bekerja sebagai staff humas atau mengerjakan
sebuah media briefing. Jadi pengetahuan apa
yang bisa saya berikan kepada mereka agar dapat melaksanakan pekerjaan ini dari
awal hingga akhir, atau setidaknya menyangkut riset, perencanaan, implementasi
dan reporting.
Maka, saya bicara dengan mereka,
ternyata mereka belum pernah berhubungan dengan media. Kebetulan client adalah sebuah perusahaan TI
dan bukan dari Indonesia. Jadi saya
mulai dengan memberikan pengetahuan bagaimana harus menghubungi media, bicara dengan
siapa, kapan menelpon, bagaimana membuat surat undangan, memasukan pitching ke
dalam undangan, dan seterusnya. Hal
lain adalah saya minta mereka juga melakukan periodik media database update
agar data selalu current. Yang kerap
kali orang lupakan adalah mencari informasi mengenai client, baca website
mereka, apa produk dan jasa mereka, apa yang akan dikemukakan kepada media
(yang biasa kita sebut key messages), bagaimana posisi client terhadap
kompetitor mereka di Indonesia, bagaimana membeli produknya, apakah mereka
mempunyai customer care center, telpon yang dapat dihubungi oleh pelanggan, dan
seterusnya.
Yang tidak kalah pentingnya
adalah membuat Indonesia Media landscape (andai kata client bukan dari
Indonesia) atau target media landscape industri tertentu bila mereka mau
mencari liputan dari industri tertentu saja.
Pembuatan dokumen ini memerlukan riset, walau semua tersedia di Google atau
lembaga2 riset yang ada, tapi tetap memerlukan analisa dan ketajaman untuk
membuat sebuah kesimpulan. Pengetahuan
tentang produk client ini sangat penting dalam rangka membuat sebuah proposal
yang berbobot.
Lalu dalam proses perencanaan,
saya meminta mereka memilih venue untuk media briefing, memilih media mana saja
yang akan diundang, membuat surat undangan, proses pengiriman undangan, follow
up, menyiapkan venue yang lengkap dengan perlengkapan audio visual, list
kehadiran, dan press kit yang terdiri dari siaran pers, brochure produk dan
biodata pembicara, mencetak folder.
Agenda juga perlu disiapkan serta kalau acara ini melibatkan pihak mitra
client di Indonesia maka pihak2 yang terlibat juga dipersiapkan. Kalau pembicara belum pernah mendapat media
training, kita harus memberi tahu apa yang boleh dikatakan dan yang tidak boleh
dikatakan kepada media.
Menulis siaran pers memerlukan
latihan menulis dan memasukan poin-poin yang harus dimasukan sebagai berita
kunci. Penulisan harus singkat, padat,
to the point pada paragraph pertama karena hal ini akan menangkap atensi
pembaca untuk selanjutnya tertarik pada paragraph2 berikutnya. Semua dirangkai dalam kalimat2 singkat,
karena pembaca media ingin mendapatkan berita terpenting dalam waktu membaca
yang sesingkat mungkin. PR staff juga
harus belajar memposisikan diri sebagai awak media, yang waktu menulis berita
harus riset beberapa data penunjang, mempunyai batasan jumlah kata dalam satu
artikel, foto penunjang, dan deadline.
Kalau staff PR mengerti betul situasi ini, maka dia akan membantu
wartawan memberikan foto, data penunjang, sehingga proses penulisan tidak
memakan waktu. Dalam kasus dimana siaran
pers disediakan oleh pihak client, maka kita harus membaca dengan teliti dan
menyederhanakan agar tulisan tidak terasa seperti kampanye marketing.
Pada tahap pelaksanaan, staff PR
diharapkan mengerti betul apa yang akan dipresentasikan kepada media, membawa
kamera untuk menangkap moment2 yang bagus, berfungsi sebagai MC, dan mengenal
semua pembicara serta jabatannya. Mampu
berinteraksi dengan wartawan dengan sopan dan menjadi orang yang resourceful
(mengetahui segala hal) untuk membuat konversasi yang bermutu. Jangan pernah mengganggap rendah awak media,
dan selalu siap menjadi jembatan antara client dengan media. Pada pelaksanaan, ada saja yang bisa terjadi
sehingga perlu penanganan cepat.
Misalnya media yang konfirm tidak hadir, yang bilang tidak bisa datang
malah datang. Juga media yang tidak
diundang ikut datang karena diajak temannya.
Kadang ada juga orang yang menyamar jadi awak media tapi tidak membawa
kartu nama, tidak membawa kartu pers.
Bila ini terjadi kita harus bijak, dan mencoba bertanya siapa pemimpin
redaksi media yang dia wakili. Kalau
benar, coba tanyakan apakah dia kenal beberapa wartawan lain disana. Itu salah satu cara untuk menghambat masuknya
wartawan palsu.
Selesai acara maka kita memasuki
tahap reporting. Media monitoring setiap
hari selama periode yang disetujui bersama.
Media yang dimonitor adalah media yang datang. Kalau sesudah itu siaran pers juga dikirim ke
media yang tidak datang, maka semua media yang dikirimi undangan harus di
monitor. Lalu membuat laporan mingguan
dari semua kliping serta menterjemahkan dalam bahasa Inggris apabila client
berbahasa Inggris. Membuat evaluasi dari
event yang telah berlangsung, apa yang harus diperbaiki, mengupdate media
database dengan kartu2 nama awak media yang datang. Serta mengirim email ucapan terima kasih
apabila artikel kita sudah ditulis oleh mereka.
Setelah selesai periode monitoring, kita harus membuat media monitoring
analysis. Yang intinya adalah apa yang
menjadi perhatian media berdasarkan semua artikel yang masuk. Apakah ada catatan bagi client yang harus
digaris bawahi.
Itu semua baru dasarnya saja,
masih banyak yang bisa dikembangkan, tapi mudah-mudahan berguna bagi mereka
yang ingin menjadi PR Profesional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar