Sabtu, 21 Juni 2008

In Memoriam Prof. Drs. Wiyoso Yudosepoetro

Juni 19, 2008, jam menunjukkan pukul 14.15. Aku sedang berkutat didepan computer dikamarku, tiba2 telpon berdering dan ternyata sepupuku yang mengabarkan Oom Wi telah meninggal dunia tadi siang. Badanku terasa lemas sekali dan aku sampai menyebut namanya tiga kali untuk meyakinkan bahwa Oom Wi benar2 sudah tiada. Innalilahiwainallilahi rojiun! Aku segera memberi kabar kakak2ku dengan suara terhisak aku mengatakan bahwa Oom sudah perpulang ke hadirat Allah SWT.

Aku tidak pernah mendengar beliau sakit, atau mengeluh soal kesehatan. Aku juga dengar bahwa beliau sudah berhenti merokok. Beberapa minggu terakhir aku memang mengingat beliau, wah.. sudah lama enggak nengok Oom Wi. Ternyata belum kesampaian bisa ketemu Oom Wi ternyata beliau sudah mendahului kita semua.

Pada detik-detik pemakanan Oom Wi aku terhenyak dengan banyaknya fakta yang baru kini aku ketahui tentang pamanku yang satu ini. Oom Wi adalah panggilan sayang kami kepada Prof. Wiyoso Yudosepoetro, adik dari ibuku Soekmani, yang telah mendedikasikan seluruh waktu dan pikirannya selama karirnya sebagai dosen kesenian untuk mengajar dan melahirkan seniman2 baru pada generasi sesudahnya.

Sepenggal kutipan dari Majalah Asri 26 September 2006 yang memperlihatkan kecintaannya pada seni patung :

”Pak Wi, panggilan akrab Prof.Dr.Wiyoso Yudoseputro, hampir 50 tahun setia pada bidang pendidikan. Selama kurun waktu yang demikian panjang, beliau mengajar sejarah seni dan budaya di Seni Rupa ITB, almamaternya, di Seni Rupa USAKTI dan di Seni Rupa IKJ. Sampai kini beliau masih pulang pergi dari Bandung ke Jakarta setiap minggu. Tak heran bila hasil karya seni rupa peninggalan nenek moyang kita telah menyatu dengan dirinya. Tokoh-tokoh legenda, dewa-dewa dari kepercayaan Hindu dan Budha, bentuk totem dan patung primitif, area yang ada di candi-candi dan motif hias masa lalu di seluruh Nusantara, menjadi ide dan inspirasi pada karya patungnya.

Mandala Gita Lalita (Keabadian keindahan lagu suci) misalnya adalah berupa patung kepala wanita yang berkesan magis, sedangkan Nagagini (istri Bima dalam fragmen Mahabharata) berupa patung dari akar kayu berbentuk ular naga yang diberi warna. Seni mematung yang berlekuk-leluk dengan detail-detail rinci menjadi kekuatan pematung senior kita ini. Walaupun patung karya Wiyoso masih menampilkan seni masa lalu, karya tersebut dapat menjadi aksen kuat bila ditempatkan pada ruangan di rumah-rumah bergaya modern. Banyak pula desainer interior yang memilih arca antik atau replikanya untuk aksen pada pintu masuk atau untuk aksen pada ruangan. (Majalah Asri)

Dengan perasaan kehilangan yang masih sangat mencekam, aku mencari semua informasi dan pemberitaan tentang Oom Wi di internet, berikut adalah yang aku sangat kagumi :

IKJ LAHIRKAN GURU BESAR PERTAMA
Prof Drs Wiyoso Yudoseputro dikukuhkan menjadi Guru Besar Fakultas Seni Rupa, Institut Kesenian Jakarta (IKJ), di Gedung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, kemarin.

Wiyoso dikukuhkan setelah menyampaikan pidato ilmiah berjudul Pluralitas Ekspresi Visual dalam Kesinambungan Tradisi Seni Rupa Indonesia di hadapan anggota Senat IKJ.

Dalam pidatonya, Wiyoso menegaskan bahwa Indonesia memiliki ciri dasar dalam seni rupa, yaitu ungkapan yang sangat majemuk, yang selalu berorientasi pada tradisi.
Wiyoso memberi contoh, candi-candi agama Hindu yang semula direduksi dari kebudayaan India, kemudian diadaptasi seniman Indonesia sehingga menjadi ciri khas yang tidak ada di India sendiri.

"Mula-mula menerima pengaruh India. Tapi dalam perjalanannya, mengalami akulturasi, kesenian yang menjadi tradisi Indonesia. Sehingga ahli-ahli India sendiri merasa heran. Kok ini di India tidak ada," tutur Wiyoso kepada Media usai pengukuhan.

Pejabat sementara Rektor IKJ Drs Nurhadi Sastrapraja, yang juga menjabat Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemprov DKI, mengatakan bahwa Wiyoso adalah guru besar pertama yang ditelurkan IKJ setelah 32 tahun berdiri. "Beliau guru besar pertama yang dikader, dibesarkan, dan dihasilkan IKJ," tutur Nurhadi kepada Media. (SMUnet)

Pada detik-detik pemakamannya yang dilakukan dengan sangat bersahaja, beberapa tokoh akademis yang berasal dari Trisaksi, IKJ, ITB bertutur tentang Oom Wi. ”Wiyoso adalah guru sebaik-baiknya guru. Sangat konsisten, tidak pernah marah atau gusar. Indonesia telah kehilangan salah satu tokoh kesenian yang sangat berjasa”... begitu antara lain para sahabat melepaskannya pergi di pagi yang silir di Pemakaman Cikutra, di Bandung kemarin.

Kembali ke rumah Oom Wi di Taman Cempaka 6, aku kembali terhenyak. Betapa beliau adalah seorang yang sangat bersahaja. Teringat waktu aku kecil dulu, masih suka menginap dirumah beliau, selalu tidur dikamar belakang – ya sampai sekarang masih tetap begitu. Taman yang asri tetap bagus bahkan tambah bagus karena aneka ragam tanaman langka serta sangat terlihat bahwa itu terpelihara dengan baik. Dirumah Oom Wie karya lukisan dari berbagai seniman memenuhi dinding kamar tamu hingga ruang makan. Patung2, kolase, topeng dari berbagai daerah serta deretan buku2 seni yang memenuhi ruang kerjanya.

Dulu waktu aku masih duduk dibangku SMU suka diajak Tante Ari (istri Oom Wi) ke toko sepatu di Bandung dan selalu dibelikan yang bagus. Kemarin waktu pertama bertemu aku tak kuasa menahan haru memeluk Tante Ari yang bertubuh kecil tapi selalu sabar dengan kehidupan. Malah beliau yang membisikan kata2 menguatkan dan meminta maaf atas semua kesalahan Oom Wi (bila ada).

Oom Wi, pergilah dengan tenang, menghadap sang Khaliq. Kami semua mencintaimu, sahabat-sahabat dan handai taulan akan mengenang sosokmu dalam kenangan yang bening. Semoga Allah SWT mengampuni semua dosa Oom Wi, dan menerima semua amal ibadahmu.... . Innalilahiwainallilahi rojiun!

1 komentar:

Aura-Azzura mengatakan...

Saya mengucapkan turut berduka cita untuk kepulangan Oom Wii. Beliau pasti telah tenang di sisiNya, dan semoga keluarga yg ditinggalkan diberi ketabahan.
Amin.