Jumat, 15 Agustus 2008

Komersialisasi Profesi Dokter

Salah seorang kerabatku bercerita, adiknya sakit pinggang, tampaknya ‘kecetit’ sehingga bila berjalan tidak bisa tegak dan terasa nyeri. Ada yang bilang, itu salah urat, atau ada syaraf yang terjepit di tulang belakangnya.

Mereka membawa pasien ke dokter di sebuah rumah sakit. Hanya dengan melihat pasien tanpa menjamah dan memeriksa, dokter langsung berkata...ohh ini mungkin ada tulang yang retak atau patah. Kerabatku itu sudah mengerutkan keningnya, kalau patah tulang mungkin pasien udah gak bisa berdiri dan berjalan. Tapi yah karena disuruh untuk rontgen ya pergilah mereka ke bagian rontgen.

Setelah menunggu hasil, dokter bilang tidak ada yang patah atau retak. Tapi pasien harus menggunakan alat bantu agar badan atas bisa tetap tegak. Lalu dengan enteng dokter tersebut memberikan brosure tentang alat penyangga dada dan pinggang, dan pada brosur sudah ada cap nama salesmannya serta nomor telpon yang bisa dihubungi, ternyata alat tersebut cukup mahal.

Pengalaman lain, beberapa bulan lalu aku mengantar pembantuku yang sakit kulit, gatal2 karena alergi sabun tertentu. Setelah diperiksa, dokter kulit tersebut membuatkan resep berupa obat salep dan bedak. Lalu dengan simpati dia menawarkan untuk menelponkan langganan apotiknya biar bisa segera diantar ke alamat rumah, kan praktis katanya. Aku menyetujui dan kemudian dia menelpon Apotik dan menyebutkan obat tertentu dan memberitahu alamat rumahku. Sampai dirumah, tidak lama kemudian datang petugas apotik tersebut dan membawa obat. Betapa kagetnya karena obatnya mahal sekali, sudah dituang dalam wadah plastik sehingga aku tidak bisa melihat kemasannya dan merknya.

Cerita sejenis beberapa kali aku dengar dan intinya adalah sekarang sudah semakin genjar kecenderungan dokter di rumah sakit menyuruh pasien untuk melakukan pemeriksaan tertentu yang belum tentu perlu betul, hanya untuk mendapatkan revenue. Pada jaman krismon seperti sekarang ini dimana pasien juga sangat keberatan dengan biaya kesehatan yang mahal, seharusnya dokter punya empati untuk membantu pasien menerima jasa kesehatan yang berkualitas dengan harga yang memadai atau wajar

Rumah sakit juga menarik keuntungan dari asuransi kesehatan. Pernah suatu hari aku sakit diare yang berulang, sambil memeriksa aku dokter yang sudah senior disebuah rumah sakit elite itu, tanya-tanya apakah aku masih kerja. Apakah aku dicover asuransi, apakah suami bekerja dan di perusahaan apa. Ehhh taunya dia kasih obat yang mahal.. Sejak itu kalau aku ke dokter aku langsung bilang dok, obatnya yang generik aja, uhhh susah dan mahalnya jadi pasien di Indonesia. Tidak heran kalau ada program sosial periksa kesehatan gratis peminatnya membludak ... cermin kondisi rakyat yang sedang susah...

Jumat, 08 Agustus 2008

Baby's First Steps

Saat pertama kali bayi kita bisa melangkah, itu adalah moment yang sangat bersejarah bagi bayi dan bagi ibunya. Kemarin aku memberikan kesempatan kepada 4 orang mahasiswi yang belum pernah mengerjakan tugas resmi sebagai petugas registrasi pada sebuah seminar yang diselenggarakan oleh kantorku.

Ini sebuah peristiwa kecil dan sederhana, tapi kalau dilihat dari antusiasme mereka bekerja itu sebuah berkah. Sehari sebelumnya kami melakukan briefing pada para petugaas registrasi dan penerima tamu tentang tatacara yang harus dilakukan dalam sebuah seminar resmi. Dari mulai cara penggunaan pembuatan stiker name tag yang dihubungan langsung ke 4 buah laptop untuk para peserta, sampai cara mengontrol berapa banyak peserta seminar yang sudah datang versus yang mendaftar dan sebagainya.

Seminar berjalan lancar, 4 orang muridku ini secara kebetulan bertugas dengan perangkat IT untuk memproduksi name tag tersebut. Jadi ini sudah merupakan pembelajaran bagi mereka bahwa ada alat yang praktis untuk membuat name tag dengan software dan printer mungil yang dihubungan kepada laptop mereka masing-masing. Sambil membuat name tag mereka juga harus menyerahkan seminar folder dengan pesan-pesan tertentu pada peserta seminar. Muka harus selalu tersenyum, kalau ada printer error atau kertas stiker habis, harus diisi dengan tetap tersenyum walaupun peserta udah mulai panjang menunggu. Yang lain segera dengan gesit mengalirkan peserta2 yang menunggu pada line menunggu yang lain, agar tidak ada yang menunggu terlalu lama.

Pada siang harinya, mereka punya kesempatan untuk ikut mendengar materi seminar beberapa saat secara bergantian. Ini bermanfaat untuk mereka tahu apa dan bagaimana sebuah seminar teknologi informasi dilaksanakan. Bagaimana cara penyampaiannya dan bagaimana reaksi peserta bila bahasa yang digunakan selama seminar adalah bahasa Inggris.

Sepulang dari seminar, semua gembira. Yang punya latar belakang jurusan komunikasi mengatakan bahwa dia bisa langsung menggunakan ilmunya untuk menyampaikan pesan2 kepada peserta seminar walaupun untuk hal-hal sederhana. Sedangkan yang lain senang melihat cara mengorganisasikan semua kebutuhan seminar dan orang-orang yang bertugas dengan baik dan terstruktur. Yang lain lagi tertarik dengan tata panggung, dan yang satu lagi sibuk menganalisa komentar tertulis dari para peserta. Selain itu, mereka juga belajar bahwa data dari peserta adalah sangat penting. Data itu tidak boleh tidak lengkap, nah bagaimana melakukan komunikasi yang baik dan sopan agar peserta mau memberikan data yang rinci tanpa paksaan.

Dalam kendaraan pulang, mereka menerima honor mereka masing-masing... Ohhh, senangnya ini adalah my first job, and my first salary, kata mereka semua. Rasa gembira dan puas dari wajah-wajah polos para mahasiswi semester 3 berbagai universitas itu juga memberikan kegembiraan bagi aku. Karena dengan demikian mereka sudah mendapatkan sebuah pembelajaran, dan ilmu itu bisa dikembangkan di kemudian hari. Aku berpesan pada mereka bahwa pekerjaan sederhana ini jangan dipakai hanya untuk mencari uang, justru cari pembelajaran apa yang bisa didapat dan lakukan dengan gembira. Niscaya hasilnya juga akan bagus... semoga.

Senin, 04 Agustus 2008

Tanggung Jawab vs Hubungan Baik

Siang hari itu seorang sahabat menelpon, dahulu kami pernah bekerja dalam satu perusahaan. Seperti biasa kami saling memberi kabar dan berbagi pengalaman, lalu dia langsung bilang.. mbak aku mau curhat. Aku bilang ya silahkan saja, semoga aku bisa memberikan pandangan yang memberikan jalan keluar.

Ternyata sahabat ini menghadapi suatu kondisi dimana mantan orang nomor satu diperusahaan dia yang sudah keluar, tapi masih suka meminta informasi atau bahan tulisan untuk keperluan bisnisnya. Sahabatku susah menolak karena bekas boss besar, jadi kharismanya masih kuat .. bahkan hanya dengan SMS beliau bisa minta tolong dikirimkan sesuatu. Pada kali ini ternyata informasi yang dikirimkan temanku masuk dalam kategori ’rahasia’ dan sebetulnya harus melalui prosedur resmi untuk mengirimkannya pada pihak luar.

Kejadian seperti ini mungkin umum dialami oleh kita-kita yang berkubang dengan informasi. Bagaimanapun karyawan yang sudah keluar tidak berhak untuk akses kepada informasi rahasia atau yang memang bukan untuk konsumsi publik. Kecuali informasi yang sudah ada di ruang publik misalnya di web perusahaan atau newsletter.

Bagaimana kita menyikapi masalah ini ?
Menurut pendapatku, kita berpijak dahulu dengan kebijakan perusahaan yang khusus mengatur masalah informasi rahasia. Jangan karena pihak yang meminta bekas pejabat di kantor kita lalu kita menskip peraturan atau prosedur pemberian informasi. Memang suka serba salah, tetapi menurutku kalau kita bisa menyampaikan dengan bahasa yang sopan dan baik, yang bersangkutan pasti bisa menerima.

Sebagai contoh, apabila kita menerima permintaan informasi tentang perusahaan kita hanya melalui SMS itu kurang benar. Kita harus menyampaikan kepada yang bersangkutan mohon menulis email untuk keperluan tersebut, sehingga email tersebut bisa kita teruskan kepada atasan kita yang berhak memberikan izin untuk informasi dimaksud bisa keluar. Apabila semua prosedur telah dilalui dan persetujuan telah diberikan maka informasi bisa diberikan dengan ”damai”. Atau apabila memang informasi yang diminta ternyata memang bukan untuk konsumi pihak luar, ya bisa dengan tenang kita sampaikan secara formal maaf kami tidak bisa memberikan bahan tersebut karena bukan untuk konsumsi publik. Korespondensi seperti ini dibutuhkan karena apabila pada suatu saat ada audit mengapa, oleh siapa sebuah informasi keluar dari perusahaan, semua riwayat kejadiannya bisa ditelaah kembali. Ini juga bisa menjadi bukti bahwa kita sudah menjalankan suatu kebijakan dengan baik dan benar.

Sikap ini memang bisa saja jadi mengganggu hubungan pertemanan yang baik dengan kawan kita yang sudah diluar perusahaan. Mereka lalu mencap kita ahhh lu so formal deh. Tetapi penting dilakukan untuk menjaga integritas kita dalam pekerjaan. Dengan teknik berkomunikasi yang baik dan pada tempatnya, maka hal tersebut bisa dihindari atau diproporsikan sebagaimana mestinya.

Untuk karyawan yang sudah keluar, bukan Cuma akses kepada informasi saja yang diamankan. Biasanya segala asset hardware bahkan sampai sekecil power cable harus dikembalikan. Hal ini untuk mencegah penyusupan kedalam perusahaan oleh orang yang tidak berkepentingan.